Tuesday, August 11, 2009

Critical Review

Kebijakan Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia (BKKI)
Oleh. Andhyka Muttaqin
A. Review
Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia (BKKI) adalah sebuah laporan yang dilakukan oleh World Bank terhadap kondisi kesehatan yang ada di Indonesia, didalamnya terdapat beberapa poin yang bisa dikaji, yaitu :
1. Substantive problem dan penyebabnya
Didalam laporan BKKI tersebut penguatan masalah dalam bidang kesehatan di tinjau dari sudut pandang sosial ekonomi yang didalamnya mencakup tentang masalah Pertama Pola penyakit yang semakin kompleks. Dalam laporan tersebut di ungkapkan bahwa Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis sementara penyakit menular masih menjadi penyebab penyakit yang utama. Penyakit kardiovaskuler (jantung) menjadi penyebab dari 30 persen kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara sepuluh negara di dunia dengan penderita diabetes terbesar. Di saat bersamaan penyakit menular dan bersifat parasit menjadi penyebab dari sekitar 22 persen kematian. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara tetangga. Satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup. Kedua, Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan dalam laporan tersebut disebutkan bahwa lingkaran setan kemiskinan menjadi penyebab kesehatan dalam masyarakat itu menurun dikarenakan kelompok miskin mendapatkan akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses melahirkan. Ketiga, Menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan publik serta kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta disebutkan bahwa secara keseluruhan, pengunaan fasilitas kesehatan umum terus menurun dan semakin banyak orang Indonesia memilih fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pihak swasta ketika mereka sakit. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan terhitung lebih dari dua pertiga fasilitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Keempat, Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang dikarenakan pembiayaan kesehatan saat ini lebih banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana pengeluaran kesehatan yang harus dikeluarkan oleh seseorang mencapai sekitar 75-80 persen dari total biaya kesehatan dan kebanyakan pembiayaan kesehatan ini berasal dari uang pribadi yang dikeluarkan ketika mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan, cakupan asuransi amat terbatas, hanya mencakup pekerja di sektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikan pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum miskin masih kurang memanfaatkan pelayanaan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah. Kelima, Desentralisasi menciptakan tantangan dan memberikan kesempatan baru karena jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran kesehatan meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada tahun 2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Keenam, Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih terlokalisir, diperkirakan sekitar 120.000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh HIV/AIDS, dengan konsentrasi terbesar berada di propinsi dengan penduduk yang sedikit (termasuk Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktifitas industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan dikarenakan tidak ada penekanann yang berarti dari berbagai pihak tentang bahaya HIV/AIDS seperti tidak menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti menggunakan kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih dalam kasus pecandu obat-obatan.

2. Alternatif kebijakan yang ditawarkan
Langkah Prioritas untuk Meningkatkan Keadaan Kesehatan. Tantangan bagi pemerintahan yang akan datang ialah bagaimana untuk dapat terus meningkatkan keadaan kesehatan sambil merestrukturisasi dan mereformasi sistem kesehatan di era desentralisasi ini dengan(a) memfokuskan pada peningkatan kondisi kesehatan utama dan pengelolaan sistem kesehatan yang menyeluruh dengan menangani secara serius sejumlah penyakit penting, yaitu pada pola penyakit infeksi yang masih mendominasi sambil mengontrol munculnya penyakit menular baru (NCD) merupakan tantangan terbesar dalam sistem kesehatan yang baru, (b) Memusatkan penggunaan dana publik pada penyediaan kesehatan publik dan tingkatkan kelayakan kondisi kesehatan prioritas dengan memprioritaskan anggaran pemerintah yang terbatas ini untuk penyediaan kesehatan publik (seperti imunisasi dan perawatan/untuk mengontrol penyakit menular) menjadi sangat penting untuk untuk menjamin kontrol serta pengelolaan sektor kesehatan secara menyeluruh, (c) Memperkenalkan peran pihak swasta dalam dunia kesehatan karena pengguna layanan kesehatan menurut laporan BKKI lebih condong ke sektor swasta maka peran dari pemerintah melibatkan sektor swsta dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan misanya pemerintah memprioritaskan kelompok miskin dengan menjamin kualitas dan akuntabilitas melalui intervensi di sisi permintaan (seperti dengan pemberian kupon kesehatan untuk orang miskin dan asuransi kesehatan) dan melalui regulasi maupun lisensi kesehatan, (d) Tinjau ulang pembiayaan kesehatan dengan menentukan kombinasi pembiayaan kesehatan (asuransi pemerintah, asuransi swasta dan dana pribadi) yang dapat dengan baik memenuhi tujuan pemerintah, yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau dan dapat diakses oleh orang miskin, menganalisa dampak anggaran dari strategi kesehatan yang diajukan, mempelajari pengalaman di negara tetangga mengenai asuransi kesehatan sosial dan bentuk lain pelayanan kesehatan yang sifatnya pra-bayar, mengajukan rencana transisi atas skema asuransi kesehatan swasta maupun asuransi kesehatan pemerintah yang telah ada, memberikan kesempatan penyedia jasa kesehatan lainnya, tidak hanya dokter, untuk juga berhak memperoleh pembayaran melalui mekanisme asuransi sosial, (e) Mengelola desentralisasi lembaga-lembaga kesehatan publik dengan pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah, Restrukturisasi peran Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan saat ini dibentuk untuk memainkan peranan terdepan dalam penyediaan jasa kesehatan, Pentingnya pembangunan kembali sistem informasi kesehatan, Memasukkan isu kondisi tenaga kesehatan, Menjamin tersedianya obat-obatan yang berkualitas pada tingkat harga yang kompetitif, (f) Mengontrol penyebaran HIV/AIDS dengan fokus pada aspek pencegahan dengan mengurangi penularan virus HIV/AIDS pada kelompok dengan resiko tinggi terkena penyakit di daerah perkotaan besar dan di sejumlah kantong-kantong aktifitas ekonomi. Penekanannya harus pada peningkatan penggunaan kondom diantara kelompok yang beresiko tinggi terkena virus, pada pengobatan serta pencegahan penyakit menular seksual lainnya, serta menghindari aktifitas seks berganti-ganti pasangan. Tidak dapat dilupakan upaya pencegahan penggunaan jarum suntik secara bersama-sama pada para pecandu narkoba.

B. Kajian Kritis Analisis Terhadap Laporan BKKI
Beberapa data singkat yang terdapat dalam laporan BKKI ini masih bersifat parsial dan sangat normatif karena tidak mengkaji secara menyeluruh tentang masalah kesehatan yang ada di Indonesia, misalnya data tentang angka kematian ibu dan bayi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara tetangga, satu dari dua puluh anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan seorang ibu meninggal akibat proses melahirkan dari setiap 325 kelahiran hidup. Dalam pernyataan ini tidak disebutkan secara jelas sumber data yang diambil sebagai perbandingan (seperti daerah, jumlah penduduk, akses kesehatan dll) dan menurut hemat penulis pernyataan tersebut lemah dalam tataran metodologis dan akhirnya rekomendasi yang di sampaikan hanya sekedar di permukaan tidak mendalam. Akan lebih baik apabila dalam laporan tersebut disebutkan secara jelas daerah mana saja yang rentan terhadap angka buruk kesehatan serta penyebabnya (misal daerah Papua dan NTT karena minimnya akses sarana dan informasi kesehatan) agar rekomendasi yang disampaikan bisa ditindaklanjuti secara tepat.
Aspek kebijakan yang tercakup belum semuanya terakomodasi dengan baik terutama dari tataran regulasi mengenai kebijakan kesehatan tidak di bahas dalam laporan BKKI artinya dalam kebijakan mengenai hajat hidup orang banyak regulasi sangatlah penting misalnya akses kesehatan dengan merujuk pada regulasi UU No. 23 Th 1992 tentang Kesehatan:
a. Pasal 4: Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajad kesehatan yang optimal;
b. Pasal 7: Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau masyarakat;
c. Pasal 8: Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu tetap terjamin;
d. Pasal 9: Pemerintah bertanggungjawab untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.
Regulasi UU No. 23 Th 1992 tentang Kesehatan tersebut dengan sangat jelas memperhatikan nilai-nilai keadilan bagi masyarakat terutama yang tidak mampu, kalau mninjau dari laporan BKKI tersebut seharusnya lebih kepada mengkaji implementasi atau evaluasi kebijakan tersebut apakah sudah sessuai dengan amanat undang-undang atau belum. Kalaupun seandainya saya menjadi menteri kesehatan pelajaran yang dapat diambil adalah program kesehatan pokok adalah menjadikan masyarakat menjadi sehat dengan berbagai cara:
1. Perbaikan dan pembangunan infrastruktur kesehatan di semua wilayah di indonesia
2. Pemerataan dan perluasan terhadap akses kesehatan sampai ke daerah-daerah terpencil
3. Mendirikan puskesmas-puskesmas atau rumah sakit minimal di tiap kecamatan agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas
4. Menjamin ketersediaan sarana, obat-obatan dan tenaga medis di semua puskesmas yang ada
5. Memberikan akses informasi yang akurat dan berkesinambungan tentang pengetahuan berbagai penyakit dan bagaimana cara pencegahannya melalui penyuluhan maupun pusat-pusat kesehatan yang ada
6. Pelaksanaan program pencegahan dini dari penyakit berbahaya dan penyakit menular secara kontinue
7. Pemberian dan pengontrolan imunisasi wajib kepada semua bayi baik secara gratis maupun dengan subsidi.
Program kesehatan tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak di sokong dari kesadaran berbagai pihak mengenai pentingnya kesehatan dan tak kalah penting adalah menerapkan asas Impact terhadap Outcome (keadilan sosial terhadap masyarakat miskin dalam mengakses masalah kesehatan). Yang kemudian menjadi penting untuk diperhatikan adalah seberapa banyak masyarakat miskin di Indonesia yang telah menikmati sarana dan pelayanan kesehatan.

No comments: